Menjadi seorang muslim adalah karunia terbesar dalam kehidupan seorang muslim. Nikmat yang patut disyukuri dan perlu kita jaga sampai tetes darah penghabisan. Karena menjaganya merupakan hal mendasar dan terpenting. Buktinya Nabiullah Ibrahim memesankan kepada keturunannya sekaligus sebagai wasiat keluarganya untuk menetapi keislaman sampai ajal menjemput. Nabi yang digelari sebagai kekasih Allah ini atau lebih sering disebut Khalillullah bernasihat sebagaimana diabadikan dalam Al Qur’an, yang artinya “Dan janganlah kamu sekalian mati kecuali kalian dalam keadaan berserah diri”. Berserah diri adalah makna dari kata Islam itu sendiri.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah bagi kita yang telah merasakan nikmat Islam ini. Dan merupakan bentuk dari kesyukuran adalah berupaya menjaga atau meningkatkan keislaman kita. Menjaga nilai-nilai dasar dalam Islam, menjaga pokok dasar dalam agama Islam yang lebih dikenal dengan rukun Islam. Kita jaga syadahat kita, kita tegakkan shalat kita, kita teruskan kebiasaan zakat kita, kita jaga kualitas puasa ramadhan kita, dan bagi yang diberi kemampuan, tunaikanlah haji ke kota suci.
Akan tetapi, ada hal penting yang patut kita perhatikan dalam berislam, lebih tepatnya dalam mengamalkan amalan ibadah dalam Islam. Melakukannya harus dibangun atas aturan yang tepat, bukan serampangan. Sebagaimana dalam masalah duniawi, kita paham dan sepakat, ketika kita hendak melakukan sesuatu, kita harus mengilmui, tau aturan sesuatu tersebut. Ketika kita ingin menggunakan alat elektronik yang baru dan kita tidak tau cara penggunaannya, maka kita paham dan sepakat butuh terhadap aturan atau cara penggunaan alat elektronik tersebut. Nah begitu juga kita dalam beragama Islam. Kita harus tau aturan atau rambu-rambu dalam berislam. Aturan atau rambu-rambu dalam Islam adalah Al Qur’an dan Sunnah.
Ya, Al Qur’an dan Sunnah adalah sumber aturan dalam Islam. Seluruh aktifitas seorang muslim harus bermuara pada kedua hal tersebut. Bahkan syah tidaknya amalan seseorang harus diukur dengan parameter Al Qur’an dan Sunnah. Apakah amalannya sudah sesuai atau tidak dengan kedua hal tersebut, yang merupakan dasar hukum dalam Islam. Jika amalannya sesuai maka In sya Allah amalannya diterima. Jika tidak sesuai maka amalannya tertolah. Tentunya jika dalam melakukannya disertai niat yang ikhlas karena Alllah semata. Karena melakukan amalan sesuai sumber hukum Islam (Al Qur’an dan sunnah) dan disertai niat Ikhlas karenaNya merupakan syarat diterimanya amalan dalam Islam.
Tetapi ada hal penting yang perlu diperhatikan yaitu perlunya menyertakan mengikuti jejak para sahabat dalam memahami sumber hukum dalam Islam. Sebagaimana perkataan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
قال ابن تيمية: «من ظن أنه يأخذ من الكتاب والسنة بدون أن يقتدي بالصحابة ويتبع غير سبيلهم فهو من أهل البدع». [مختصر الفتاوى المصرية (ص٥٥٦)]
Ibnu Taimiyah berkata : “ Barangsiapa berprasangkan (mencukupkan) dari mengambil hanya dari Al Qur’an dan Sunnah tanpa perlunya mengikuti (generasi) sahabat dan mengikut jalan selain mereka maka mereka adalah bagian dari ahlu bid’ah” (Mukhtasor Fatawa Misriyah, Hal 556)
Dari perkataan Ibnu Taimiyah rahimahullah diatas jelas bahwa mencukupkan dalam Islam dengan Al Qur’an dan Sunnah tanpa mengikuti generasi sahabat serta menempuh jalan selain mereka merupakan kesalahan dalam berIslam. Karena rambu-rambu dalam beragama Islam Adalah Ikuti Al Qur’an dan sunnah dengan mengikuti generasi sahabat dan menempuh jalan yang mereka tempuh. Itulah rambu-rambu seorang muslim dalam berIslam. Semoga selamat sampai tujuan!!!
Ihsan Abu Hisyam
Sleman, 18 Agustus 2015